Sabtu, 22 Agustus 2009

Polisi...Polisi...Tentara...Tentara....

Prolog:
Mmm... emang sih (mungkin) nggak semua oknum polisi dan tentara di Indonesia ini punya perilaku "menyimpang". Jadi, sebelum cerita, saya mau minta maaf dulu sama mereka, sebut saja oknum p dan oknum t, yang kebetulan maen fesbuk (beuh... gaul abis! hehe..) dan nggak merasa memiliki sikap seperti di cerita ini. Saya cuma mau berbagi cerita aja, kok. Syukur2 kalo bisa menyadarkan kalian juga. He he he, piss dulu ah! n_n


Kisah Pertama:

PAGI YANG "SPEKTAKULER" BERSAMA OKNUM P

Awalnya semua berjalan seperti biasa. Jam tujuh pagi gue berangkat dari rumah ke kantor yang terletak di daerah Salemba, naik mobil 9A jurusan Bekasi-Senen (nggak tau kenapa, patas AC 24 dengan jurusan sama, jumlahnya minim banget). Kepanasan dan kegerahan menghadapi kemacetan di tol dalam kota. Mencoba tidur dengan nyenyak walau keringat bercucuran.

Semuanya bener-bener berjalan seperti biasa, sampe gue ngedenger suara keributan.

"JDUG... JDUG... BERHENTI!!BERHENTI NGGAK! BERHENTI NGGAK ELO! DASAR KURANG AJAR! JDUG! JDUG!"

Gue ngedenger ada suara seseorang, di samping pintu bis yang masih jalan. Dengan mata yang masih ngantuk, gue coba nyari tau apa yang terjadi.

"JDUG! JDUG! BERHENTI!!! AN***G ELO YA!"

Sopir bis: "Tenang dong, Pak! Ini kan tengah jalan. Kalo berhenti di sini, nanti macet."

"SAYA BILANG BERHENTI SEKARANG!!!"

Suara Para Ibu pun bergemuruh:
"Udah bang, jalan aja! Nanti kita yang bantuin...," kata Ibu yang duduk tepat di belakang supir.
"Pak... tenang dong, Pak! Jangan gitu caranya! Tadi kan udah selesai, kenapa mesti kayak gini sih! Kami juga perlu ke kantor. Lagaknya kok kayak nggak berpedidikan aja! Sopan dong, Pak!" lanjut ibu lainnya. Kali ini ditujukan ke orang yang teriak2 tadi.

Gue bingung! Kenapa sih tuh orang nyuruh2 berhenti. Pas gue ngelongok ke luar jendela bangku seberang gue, terlihatlah sesosok berbaju cokelat, di atas sepeda motor, lengkap dengan pose tangan memegang pentungan. Nggak perlu dikasih tau lagi, gue langsung ngeh kalo itu adalah oknum P.

Jreng...jreng....
Tiba-tiba oknum P mencegat bis dari depan dan mau nggak mau, sopir bis pun menghentikan bisnya. Daripada masuk penjara gara2 nabrak orang, emmm...

Tanpa basa-basi, si polisi langsung naik ke pintu supir, menarik baju sang supir dan memaksanya turun.

Suara Ibu-Ibu Lagi!
"Pak, biasa aja dong, Pak! Tadi kan udah dikasih STNKnya. Kenapa mesti diributin lagi sih," kata Ibu berbaju ungu.
"Tau nih. Jangan mentang-mentang Bapak Polisi, dong! Bisa seenaknya gini! Kita semua kan mau kerja Pak! Kalo telat, Bapak mau tanggung jawab?" kata ibu dengan jambul agak tinggi.
"Udah bang! Naik aja bang! Kalo dia macem2, biar kita yang hadapi! Udah bang, ayo jalan!" paksa ibu berbadan besar dan keliatannya nggak takut dengan siapapun.

Entah karena takut dengan serangan para ibu atau sedang mengingat ibunya sendiri (bisa aja kan, sebenernya oknum P itu adalah anak penurut! Trus, pas dia denger teriakan para ibu, dia jadi inget ibunya di rumah. Asumsi yang aneh memang. Ahh.. sudahlah!) dia langsung melepaskan supir dan membiarkannya jalan.

Usut punya usut, ternyata bis yang gue tumpangi ini, tadi (pas gue lagi tidur! hehe) sempet ditilang, karena (katanya) menerobos lampu merah.
Oknum P yang suka teriak tadi pun menghentikan bis dan tanpa banyak cingcong si sopir bis langsung menyerahkan STNKnya. Merasa urusan sudah selesai dan oknum P itu pun sudah mengijinkannya pergi, dia kembali ke bis dan melanjutkan perjalanan.

Nggak disangka, oknum P itu ternyata lagi PMS (Police Man Syndrome ;p) dan dia tersinggung ketika melihat bus itu pergi (Tapi, ini kan bus, Pak. Bukan pacar atau istri bapak yang lagi selingkuh, sampe harus dikejar dan diberi pelajaran).

Bagian PALING NGGAK BANGETNYA adalah kenapa sih polisi itu mesti nyetopin bis dengan teriak2 nggak jelas dan ngomong kata-kata kotor segala. Trus, kenapa juga dia NYURUH BIS BERHENTI DI TENGAH JALAN....

Pfiuuhh....
Gimana bisa masyarakat merasa aman kalo oknum P yang seharusnya melindungi, malah nggak bisa bersikap bijaksana. Trus, juga gimana jalanan mau tertib kalo "panutan"nya aja nggak tau aturan.

So, nggak usah merasa sakit hati dong kalo masyarakat (TERUTAMA GUE) nggak pernah percaya sama kalian! Abis kalian terlalu SPEKTAKULER buat dimengerti sih. Pfiuuh...

KISAH KEDUA

MALAM KELAM DI BARISAN OKNUM T

Okey! Sebagai seorang wartawan muda, gue nggak merasa masalah kalo disuruh liputan ke manapun. Tapi, bakal jadi masalah besar kalo ada orang yang ngeganggu gue dalam liputan itu. Siapapun dia, kalo berani ngeganggu gue, berarti perkara!

Begini ceritanya....
Beberapa hari yang lalu gue disuruh liputan acara ulang tahunnya Global TV di Olympic Pool, Senayan. Mmm... sebenernya sih, gue cuma nemenin Siska, fotografer gue yang disuruh ngejar Nidji di acara itu. Trus, abis itu kami baru pergi liputan bareng di tempat lain.

Jam setengah enam kami udah ada di lokasi. Menunggu kesempatan untuk segera memotret Nidji dan cabut dari tempat itu. Setengah jam menunggu, Nidji belum bisa ditemui. 45 menit menunggu, Nidji tetep nggak kelihatan wujudnya. Satu jam, Nidji juga nggak ketauan kabarnya. Satu setengah jam, tetep nggak ada kabar. Di tengah lelahnya menunggu, kami mendapat kabar dari kantor, kalo sebaiknya kami segera meluncur ke lokasi liputan selanjutnya.

Dengan langkah lunglai (kecapean nunggu! hehe), kami pun berjalan menuju pintu keluar untuk mencari taksi dan melanjutkan perjalanan selanjutnya. Lagi asyik2nya jalan ke pintu keluar, tiba-tiba langkah kami distop. Di tengah gelapnya malam (lampu di olympic pool ternyata minim sekali), kami melihat segerombolan oknum T sedang berbaris.

Oknum T1: Hei! Jangan lewat depan dong! lewat belakang sana!
(Disampaikan dengan suara sok tegas dan suara itu memerintah gue sama siska buat lewat di belakang barisan oknum T)

Oke... oke... nggak mau cari masalah, kami pun mematuhi perintah itu.

Begitu jalan di belakang mereka! Suara centil nan menyebalkan pun bergemuruh.

Oknum T2: Ehh... ehh... ini pada punya KTP nggak nih!
Gue: "APAAN SIH!" (mulai emosi)

Oknum T3: Eh... jangan berisik! Ayo cepet sana jalannya!
Gue: "Yeee! Bapak JUGA BERISIK!" (emosi memuncak)

Akhirnya kami berhasil melewati barisan itu.

Siska (tanpa basa-basi): Disi, tadi elo denger nggak? Masa ada oknum T yang bilang dengan centilnya... Ayo... ayo... sing cepet jalane! Nanti ta' tepok pantate!"

Damn! Apa2an tuh si oknum T! Bisa2nya ngomong kayak gitu! Jadi, gue sama Siska disuruh lewat belakang cuma untuk ngedengerin celotehan nggak penting mereka?
Gue udah berniat baik menghargai mereka yang gue pikir lagi baris-berbaris or whateva,
malah digituin! Nggak banget! Tau gitu, gue lewat aja di depan mereka, kalo perlu pake breakdance sekalian biar mereka seneng!

Lagi-lagi...
Gue dibikin nggak percaya sama oknum berwenang di negara ini!
Hmm...
Kayaknya dua oknum itu perlu pelajaran tambahan tentang budi pekerti, deh. Biar lebih tau sopan santun gitu.
Biar tau fungsinya dan nggak menggunakan seragamnya untuk tindakan2 yang nggak penting.
Setuju? Setujuuuu....